Proposal Penelitian Subsidi BBM.doc
Bahan Bakar
Minyak (BBM) merupakan kebutuhan strategis bagi masyarakat di Desa maupun Kota baik kebutuhan rumah tangga maupun pengusaha, demikian juga BBM sangat penting
bagi sektor industri maupun
transportasi. Mengingat pentingnya peran BBM dalam kehidupan masyarakat maka
pemerintah melakukan campur tangan dalam penentuan harga dan sekaligus menjamin
ketersediaannya di pasar domestik. Kebijakan pemerintah tersebut dilakukan
dengan cara memberikan subsidi harga untuk menekan harga BBM agar terjangkau
oleh masyarakat luas dan sekaligus menjaga stabilitas harga. Namun kebijakan
pemerintah tersebut implementasinya tidak seperti yang diharapkan bahkan
menimbulkan permasalahan dalam perekonomian(Ausaid melalui ITS dan TAMF, 2001),
antara lain: i. Inefisiensi penggunaan BBM, ii. Terjadinya salah
sasaran pemberian subsidi yang seharusnya untuk kelompok berpenghasilan rendah
ke kelompok penghasilan menengah ke atas, iii. Membebani anggaran
pemerintah dalam jumlah yang signifikan,
iv Apabila laju pertumbuhan pemakaian minyak bumi pada masa
mendatang masih sebesar saat ini, diperkirakan Indonesia akan menjadi net
importir sebelum tahun 2010, v. Perbedaan yang cukup besar antara harga
BBM domestik dan harga BBM internasional mendorong terjadinya penyelundupan
BBM. Selain itu, perbedaan harga yang menyolok antar produk BBM juga memberikan
peluang untuk mengoplos minyak tanah dengan solar atau bensin.
Pemerintah dalam asumsi makro APBN 2005
memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 5,5%, inflasi 7,0%, suku bunga sertifikat
Bank Indonesia (SBI) 8,0%, nilai tukar rupiah Rp 8.900,00 per dollar Amerika
Serikat, harga minyak 35 dollar AS per barrel dan produksi 1,125 juta barrel
per hari. Atas dasar asumsi tersebut, dalam patokan dasar anggaran, subsidi BBM
diperkirakan akan naik dari Rp 19 triliun menjadi Rp 60,1 triliun, sehingga ada
kenaikan pembayaran subsidi sebesar Rp 41,1 triliun. Dengan demikian terjadi
pembengkakan defisit anggaran menjadi sekitar 1,3% dari Produk Domestik Bruto
(PDB), hal ini mengakibatkan kekurangan pembiayaan yang cukup signifikan dan
sangat membebani keuangan negara. Sementara itu nilai tukar yang pada
akhir-akhir ini melonjak akan memperparah krisis ekonomi, hal ini menyebabkan
subsidi BBM yang harus dibayar pemerintah melonjak drastis.
Keadaan ini dianggap sebagai momemtum
yang tepat oleh pemerintah untuk merevisi kebijakannya dengan mengurangi
subsidi BBM secara bertahap mulai 1 Oktober 2000 yang berimplikasi pada
kenaikan harga BBM hingga pada suatu saat harga BBM setara dengan harga
internasional.
Sementara itu pada tanggal 1 Maret 2005,
pemerintah telah kembali menetapkan kenaikan harga BBM yang disebabkan oleh
membengkaknya subsidi ini pada APBN 2005, namun demikian pemerintah juga akan
merealokasikan pada dana kompensasi untuk masyarakat terutama masyarakat
berpenghasilan rendah.
Perubahan kenaikan harga BBM dapat
dilihat pada tabel berikut :
TABEL
I
Perubahan
Harga BBM Tahun 2005 (Rp)
(Per
tanggal 1 Maret 2005)
Jenis BBM
|
Harga Lama
|
Harga Baru
|
Perubahan (%)
|
Minyak
tanah RT
Minyak
tanah Industri
Premium
Solar
Transportasi
Solar
Industri
Minyak
Diesel
Minyak Bakar
|
700
1800
1810
1650
1650
1650
1560
|
700
2200
2400
2100
2200
2300
2300
|
0
22
32
27
33
33
47,44
|
Sumber : Kompas 1 Maret 2005
Dalam kaji ulang APBN 2005,
subsidi BBM akan diturunkan dari Rp 60,1 triliun menjadi Rp 39,8 triliun.
Kebijakan pengurangan subsidi
merupakan pilihan kebijakan yang kurang popular, sehingga dapat dimengerti
adanya opini pro dan kontra masyarakat , karena kebijakan ini mempunyai dampak
inflatoir yang menurunkan daya beli (purchasing power) masyarakat, oleh
karena itu diperlukan suatu kajian yang ditunjang oleh bukti-bukti dan
perhitungan-perhitungan yang cermat agar kenaikan harga BBM yang terjadi dalam
perekonomian tidak menimbulkan dampak ekonomi yang meluas.
Comments
Post a Comment